Selasa, 25 Agustus 2020

Bukan Sebuah Nasehat





Ini hanya sebuah cerita, bukan  nasehat...

sebut saja dia Budi...

ehhh... jangan Budi,

beliau adalah nama pimpinan di kantor saya,...

jadi, sebut saja Bejo ...



Adalah Bejo...

Dahulu, dia punya cita-cita, punya harapan, punya ambisi, punya impian  setinggi langit.

Satu saat dia akan jadi Dirjen Anggaran..begitu cita-citanya saat kuliah di STAN

Dirjen Anggaran bukanlah cita-citanya yang pertama. Dahulu, dia ingin menjadi profesor,   lalu sempat berubah menjadi Menteri. Bahkan belakangan sewaktu duduk di bangku SMA, cita-citanya pun sempat berubah drastis ingin  jadi  Imam masjid.

What??? Ya.. imam masjid.

kok bisa...???

Bisa saja...

Saat itu, Bejo dan teman-temannya di ROHIS sedang gemar-gemarnya menghapal jus 29 dan 30, dengan menirukan gaya bacaan khas ala  imam-imam masjid di timur tengah  seperti As Sudais, Al Matrud, Hani Ar Rifai, dan Saad Al Ghomidi.

Lulus SMA, Bejo punya harapan untuk menimba ilmu di kampus plat merah, passing gradenya juga  masuk di jurusan akuntansi universitas ternama di Depok  Raya merdeka merdeka, atau  kalau dia mau dia bisa tetap "berkarir"  di jurusan akuntansi pada universitas tempat tanah kelahirannya, karena memang dia sudah diterima.


Tapi takdir membawanya ke kampus di bawah kuasa Sri Mulyani, Menteri Keuangan terbaik di Asia.

Saat berkuliah, impiannya untuk menjadi dirjen anggaran  menjadi obat motivasi yang mujarab, dan karena sebab takdir Allah serta keberuntungan yang banyak, Bejo mendapatkan peringkat istimewa di kampusnya.

Dahulu, di akhir kelulusan dari kampus ia berencana melanjutkan ke jenjang d4 karena dia sudah dapat kuota. Dua  tahun kuliah d4, kemudian lanjut S2 di luar negeri... terus baru nikah... begitu impiannya dahulu...

Tapi malang seribu malang, kesempatannya melanjutkan pendidikan terhalang oleh penempatannya. Di tempatnya bekerja, semua pegawai termasuk dari kampus plat merah yang sudah asam garam dijejali  ilmu akuntansi plus ekonomi dan statistik "dipaksa" untuk ngambil ilmu "itu".

impiannya buyar, karna melanjutkan pendidikan di bidang  "ilmu itu" harus membuang jatahnya kuliah utk D4, plus memaksanya kembali kuliah dari nol...

Sakit ga? jelas aj sakit, bahkan sebagian temannya yang mau tes d4 dan UPKP selalu mengajaknya untuk belajar bersama .... duuhhh...

Hari ini, Bejo hanya bisa menungu.. memasrahkan nasibnya pada Tuhan yang Maha Pemurah.

Impian untuk menjadi dirjen kini kembali berubah.. Apa itu?  jadi dosen di kampusnya tercinta. cukup itu saja. Saat pangkat dan golongannya sudah memenuhi, dia akan melanjutkan kuliah S2nya. Lebih damai dan lebih banyak waktu untuk keluarga, tanpa harus kehilangan karirnya, toh suatu saat dia bisa jadi guru besar atau pejabat.... terlebih, menjadi dosen adalah  jabatan fungsional sehingga lebih cepat mengejar golongan ruang  yang dahulu sempat tertinggal...

Tapi begitulah nasib sebuah impian, kadang ia tak kuasa ketika menghadapi realita...

dirjen anggaran benar-benar hanya sebuah impian.. bahkan jadi dosen pun bisa jadi hanya penggalan dari rangkaian mimpii barunya...



cerita lainnya...


Adalah kisah si Mawar...

Mawar adalah anak berprestasi di kampusnya, IP-nya tinggi menjulang... begitu cerita yang di dapat dari teman-temannya.

Berbekal IP yang tinggi, dia masuk di instansi pemerintah yang punya nama besar...Ministry of Finance (MOF).

Mawar punya impian yang tinggi, punya ambisi yang kuat untuk meniti karir seperti Sri Mulyani, Menteri yang diidolakannya...

Dia cukup pintar, dia rajin, dia totalitas untuk pekerjaannya...

Dia cantik dan semua orang selalu membicarakannya.. dimana pun, dia selalu menjadi pusat perhatian termasuk para pejabat di tempatnya bekerja.

Apalagi, dia masuk dari jalur Sarjana.

Semua kesempatan untuk karirnya terbuka lebar, dan pimpinan di kantornya mensupportnya habis-habisan...

Tapi, bagaimana dia kini?

Setelah menikah, dan dikaruiai seorang anak.. impiannya berubah, ambisinya terhadap karir  tak lagi terlihat. Totalitas terhadap pekerjaan mulai memudar, tapi untung rekan seruangannya memahami itu.

 Yang nampak justeru kerendahan diri dan rasa cintanya pada keluarga yang begitu ekspresif dan semakin menjadi-jadi.

Tak mau dinas, tak mau pulang larut malam, tak mau pekerjaan kantor yang memusingkan harus di bawa sampai ke rumah.

Dia bekerja di kantor seperti hanya sebuah rutinitas, 



Terus mau jadi apa?

  

Mau jadi Ibu yang baik saja, bisa bekerja tapi tak lupa sama si kecil yang lagi imut-imutnya... katanya

huuufffffff........

lagi-lagi sebuah impian harus pupus dengan keadaan...

Dan  orang lain termasuk kita, mungkin tentu tidak setuju dengan seluruh tindakannya, tapi saya sangat menghormati pilihannya...





cerita yang lain lagi...

Kali ini sebut saja Rani, Ibu Rani.

Ibu Rani adalah pejabat teras dengan pekerjaan super sibuk dan tanggung jawab yang besar lagi penuh risiko.

Bertumpuk-tumpuk berkas dengan teliti dibacanya, goresan tangannya selalu siap siaga  mencoret-coret berkas yang selalu datang setiap harinya. Melihat berkasnya saja saya sudah pusing, apalagi harus membacanya satu persatu. astagfirullah....

terus terang saya salut sama Ibu yang satu ini..

Si Ibu, terlihat sangat cinta dengan apa yang dilakukannya. Beliau adalah seorang pekerja keras dan disiplin. Loyalitasnya pada pimpinan tak perlu diragukan.

Terkadang, Bu Rani  memanggil Cecep, seorang pelaksana biasa, untuk menyelesaikan nota dinas, buat matriks atau pointer di slide berwarna kesukaan pimpinan. Bu Rani sering memberi arahan, wejangan, atau sekedar mengajaknya diskusi bertukar pikiran. kadang juga Ibu Rani memanggil sekedar menyampaikan motivasi katanya  (walaupun tetap aj jadi kerjaan). Ibu Rani itu bos yang luar biasa.

Suatu saat sepulang dari rapat di DPR, Ibu Rani memberikan tebengan kepada Cecep.. "Cep, kamu tinggal dimana, bareng aku aja", begitu kira-kira katanya. Saat tengah malah lewat jam 12 malam.


Di tengah perjalanan Ibu Rani bercerita tentang mbahnya anak-anaknya (ibunya Ibu Rani maksudnya).

"Mbahnya anak-anak ku tuh di sini sejak dua hari yang lalu, dan besok sudah mau pulang... tapi Aku belum ketemu."

"Aku pergi, dia belom bangun... aku pulang dia sudah tidur"

"Yang nemenin paling anak-anakku"

" aku capek sebenernya.. kerjaan kayak begini, ada aja ga abis-abis"

"Tau-tau anak-anakku udah besar..."

Begitulah kira-kira kata Ibu Rani, yang tetiba sedikit curhat pada Cep... sambil menatap arah jalanan yang masih aja macet karna hujan.

Di lain waktu, Ibu Rani bercerita bahwa dulu tuh beliau ga pernah impian  punya jabatan ini, punya jabatan itu... semua dijalanin aja sebaik mungkin, karena nanti kualitaslah yang akan membawa masing-masing kita pada jalannya.

Cerita itu membuat Cecep cukup kaget... kenapa? karena yang dilihat selama ini Ibu Rani sangat menikmati pekerjaannya.

Tapi  toh dibalik kecintaan terhadap pekerjaannya itu, ternyata di sisi lain .......di  hatinya yang terdalam... ada sebuah kegundahan tentang hal lain yang mungkin harus beliau korbankan,  bahkan mungkin dengan sedikit penyesalan ....

sedikit aj sih...



......

Sekian,.... sekali lagi, tulisan ini hanyalah cerita.. bukan nasehat,


Tidak ada komentar :

Posting Komentar