Sebut saja pemuda itu Cecep...
Seorang pemuda biasa saja, yang terpaut hatinya dengan pesona seorang wanita.
Dua tahun sudah ia mengamatinya. Sejak pertama kali bertemu dengan wanita itu, yang diingatnya hanyalah dua hal. Hari Selasa dan seorang wanita dengan jilbab lebar yang terjulur sampai menutupi punggung dan dadanya.
Seorang pemuda biasa saja, yang terpaut hatinya dengan pesona seorang wanita.
Dua tahun sudah ia mengamatinya. Sejak pertama kali bertemu dengan wanita itu, yang diingatnya hanyalah dua hal. Hari Selasa dan seorang wanita dengan jilbab lebar yang terjulur sampai menutupi punggung dan dadanya.
Mulai hari itu, keping-keping
harapannya berserakan di alam pikirannya. Keping harapan tentang pernikahan, tentang indahnya rumah tangga, tentang anak yang
sholeh, dan tentang cerita masa indah di hari tua sebagaimana yang sering Cecep dengarkan dari pengajian-pengajian di pinggiran kota.
Semuanya, kepingan harapan itu seolah mengalir, keluar begitu saja dalam pikirannya tanpa perlu otaknya bekerja, pikiran yang keluar rasanya berasal dari sum-sum tulang
belakang. Melihat wanita itu, seperti melihat indahnya masa-masa yang akan ia lalui bersamanya. Wanita itu adalah masa depan baginya, tentu semua itu masih dalam angan pikiran.
Berkhayalkah?
iya... Cecep memang sedang berkhayal.
Berkhayalkah?
iya... Cecep memang sedang berkhayal.
Seperti halnya tangan yang
tersentuh api. Tangan akan bergerak, tidak memerlukan
respon otak, karena yang merespon adalah tetangganya, "si sum-sum
tulang belakang". Otak tak perlu berfikir. Tapi rangsangan yang diberikan
langsung direspon dengan cepat dari sum-sum tulang belakang. Hasilnya? tangan akan menjauh dari api secara reflek. Ini mungkin yang disebut "otomatis"
versi tubuh.
Meski mungkin terdengar hiperbola, tapi seperti itulah respon jiwa si Cecep ketika meihat si wanita berhijab lebar itu... khayalan tentang indahnya pernikahan itu muncul setiap melihatnya, meski secara umum jiwanya masih bepirada dalam kekuasaan otak, tapi pikiran tentang masa depan seolah muncul dengan otomatis.
Cecep tak pernah mengenalnya
sebelumnya. Tapi selanjutnya, yang dikenal
ia wanita yang selalu berpapasan di hari
selasa hampir setiap minggunya, setiap bulannya, dan setiap tahunnya. Wanita itu selalu membawa sebuah catatan kecil dan sebuah Al Qur’an, pada setiap pagi hari, pun begitu di siangnya.
Hampir setiap selasa
sepulang sholat dzhur, Cecep selalu
melihatnya di salah satu ruangan di di teras masjid. Masjid yang menjadi tempatnya melepas lelah sambil bercerita membagi kisah bersama sahabat-sahabatnya. Pembicaraan yang selalu diselipkan canda adalah salah satu hal yang sering dilakukan paska Sholat dzuhur.
Masjid itu menjadi tempat tujuan wanita itu paska sholat dzuhur untuk menuntut ilmu menunaikan sebuah kewajiban sebagai seorang muslim.
Allah memang menakdirkan keduanya untuk berdiri pada satu tempat yang sama dalam satu waktu. Bedanya, saat bertemu, Cecep hendak bergegas pulang dari masjid, namun si wanita itu justru sebaliknya, berjalan menunduk menuju masjid.
Masjid itu menjadi tempat tujuan wanita itu paska sholat dzuhur untuk menuntut ilmu menunaikan sebuah kewajiban sebagai seorang muslim.
Allah memang menakdirkan keduanya untuk berdiri pada satu tempat yang sama dalam satu waktu. Bedanya, saat bertemu, Cecep hendak bergegas pulang dari masjid, namun si wanita itu justru sebaliknya, berjalan menunduk menuju masjid.
Dari jauh dia sudah
melihatnya, dari jauh pula wanita itu diperhatikan. Tapi, ketika dia mulai dekat entah mengapa
tiba-tiba seperti ada gangguan dalam pikiran Cecep, pikirannya kehilangan fokus, aliran darah pemuda itu mulai naik, angan-angan otomatis itu muncul lagi, wajahnya mulai memerah.
dirinya mulai panik, yang ada ingin segera meninggalkan masjid... dengan buru-buru dia tinggalkan masjid menuju tempat lain, dimana saja asal bukan di masjid.
dirinya mulai panik, yang ada ingin segera meninggalkan masjid... dengan buru-buru dia tinggalkan masjid menuju tempat lain, dimana saja asal bukan di masjid.
Dag, dig, dug.. semakin kencang
rasanya jantung nya berdenyut.
Semakin lama semakin kencang detaknya,
selaras dengan jarak antara dia dan dirinya yang semakin dekat.
gugup…
sangatlah gugup…
Mungkin ini yang dibilang aneh bin ajaib.
Ketika jauh, ingin rasanya mendekat, ketika dekat ingin buru-buru menjauh....
Dan hari ini dia mulai sedikit percaya sebuah lirik lagu yang kondang milik artis muda ternama, ada perasaan yang kadang tak bisa masuk logika…. Cinta.
gugup…
sangatlah gugup…
Mungkin ini yang dibilang aneh bin ajaib.
Ketika jauh, ingin rasanya mendekat, ketika dekat ingin buru-buru menjauh....
Dan hari ini dia mulai sedikit percaya sebuah lirik lagu yang kondang milik artis muda ternama, ada perasaan yang kadang tak bisa masuk logika…. Cinta.
Tapi, ia tak sepenuhnya
percaya karena sebenarnya ia tak tau, tidak bisa memastikan apakah dia sedang
jatuh cinta atau hanya sekedar suka tingkat dewa. Karena tidak ada definisi
tentangnya, tidak ada rumus dan formula, dan tidak pernah ada syarat dan ukuran... kapan perasaan itu diklasifikasikan sebagai
cinta.
Yang ada di benaknya, hanya beberapa
bait puisi tentang cinta karya Armen Halim Naro.
Karena cinta adalah..
kesucian, pengorbanan,
keteguhan dalam memegang janji,
keikhlasan dalam melaksanakan perintah
Cinta adalah akad dan perjanjian...
Cinta adalah airnya kehidupan bahkan dia adalah rahasia kehidupan...
Cinta adalah kelezatan ruh bahkan ia adalah ruh kehidupan...
Dengan cinta,
Menjadi terang semua kegelapan...
Akan cerah kehidupan..akan menari hati...
dan akan bersih qolbu....
Dengan cinta semua kesalahan akan dimaafkan...
Dengan cinta semua kelalaian akan diampunkan...
Dengan cinta akan dibesarkan makna kebaikan...
Kalaulah bukan dengan cinta,
maka tidak akan saling meliuk satu dahan dengan dahan yang lainnya...
Kalaulah bukan karena cinta,
tidak akan merunduk rusa betina kepada pejantannya,
tidak akan menangis tanah yang kering terhadap awan yang hitam,
dan bumi tidak akan tertawa terhadap bunga pada musim semi....
Sekiranya lautan mempunyai pantai dan sekiranya sungai mempunyai muara,
maka lautan cinta tidak berpantai dan sungai cinta tidak bermuara....
Hari-hari berlalu, dia berjalan dari takdir yang satu menuju takdir yang lain yang Allah telah tetapkan untuknya. Cecep menjalani hari-harinya dengan sebuah harapan dan perasaaan yang tak pernah diutarakan pada wanita itu. Ia hanya bisa memandangi jauh dari belakang.
Sampai akhirnya, terdegarlah beritaduka yang merajam hatinya. Seorang hamba Allah yang sepadan dengan diri wanita itu, jauh di atas dirinya. seorang hamba Allah akan mengikat janji dengan wanita impiannya.
janjinya itu adalah janji yang kokoh... berdua berbahagia sampai di surga.
mendengar kabar itu, hatinya hancur, bingung,
bimbang… harapannya buyar seketika…
Sore hari berita itu sampai di
telinganya, malamnya menjadi malam yang
panjang baginya. Sesak pikiran tak ada obat, tak ada peringan rasa
sakit, tidak ada pengjibur kesedihan…
Malam itu, dia paksakan
matanya untuk terpejam, berkali-kali dicobanya tapi bayang-bayang penyesalan selalu muncul…Sampai akhirnya matanya terpejam, tapi sayang pikirannya lagi-lagi memaksanya terbangun…
Diambilnya al’qur’an,
dibacanya dengan kesedihan. Dengan mata
yang berkaca, lantunan ayat-ayat-Nya terus saja keluar dari lisannya. Meski disetiap perhentian ayat, pikirannya tetap saja datang dengan sejuta
penyesalan.
Ia ingat perkataan sahabat
Nabi, Abu Said Al Khudri. Katanya obat hati itu ada lima, membaca Alquran, berdzikir,
berpuasa, sholat malam dan berkumpul dengan orang shaleh.
Ingatannya itu lantas membawanya mencari penawar lainnya. Pada saat itu, malam sudah berada di sepertiga ujungnya, bergegas pemuda itu pergi untuk berwudhu, kemudian didirikannya sholat... dibacanya beberapa surat-surat yang panjang yang pernah dihafalnya dahulu...
Suaranya terdengar sendu.. tarikan nafasnya beberapa kali terdengar. Selesai berdoa, dia angkat kedua tangannya seraya memohon kepada Rabbul'alamin. Pemuda itu meminta kepada Dzat yang membolakbalikan hati, agar dirinya diberikan kesabaran dan kekuatan.
Dalam doanya juga ia masih masih memohon agar Allah menjadikan wanita itu sebagai pendamping hidupnya. Meski hal ini terdengar mustahil, dengan penuh keluh kesah diulanginya doa itu berkali-kali bahkan ditinggikan kedua tangganya, dan disebutkan asma Allah.
Sungguh, Cecep sangat paham bait doa yang harusnya dia ucapkan. Harusnya, dia berdoa:
"Ya Allah, jika dia memang bukan jodohku...
maka berilah gantinya dengan yang lebih baik.."
akhirnya ia mulai tersadar... semuanya termasuk dirinya sepenuhnya berada dalam takdir Allah. dan memang begitulah hidup, manusia berjalan dari takdir yang satu menuju takdir lainnya yang Allah tetapkan untuknya... lima puluh ribu tahun sebelum diciptakan langit dan bumi.
Pada malam itu, tak ada
keinginan lainnya lagi selain meminta “kantuk” untuk datang menyerang agar mata nya dapat
terpejam, berharap hati dan pikirannya dapat beristirahat dari himpitan kesedihan dan penyesalan, meski hanya
sebentar saja.
bersambung....
Note:
kisah dalam cerita ini adalah nyata, mungkin kisahnya terlihat sangat berlebihan, tapi ketahuilah bahwa kejadian sebenarnya lebih mengharukan...
Tidak ada komentar :
Posting Komentar